Cakra Manggilingan
20 June 2022
Allah ciptakan malam dan siang berputar. Bergantian. Bergiliran. Kita tak bisa meminta apalagi memaksa agar siang terus. Seraya berharap selalu terjaga spirit untuk berkarya dan mengukir kesuksesan. Atau memaksa Allah agar malam terus. Bukankah malam membangun suasana untuk santai dan istirahat?
Hadirnya malam-siang bergantian jadi tamsil bahwa keadaan kita akan berubah. Gonta-ganti. Kadang menarik kita dalam zona kenyataan berlimpah nikmat. Pada saatnya akan berganti dengan musibah.
Dan hidup akan terus berjalan mengikuti kehendak Allah pada sela-sela kehidupan yang kita jalani. Kita tak bisa memaksa agar kita selalu berhias nikmat saja, karena pada saatnya jadwal musibah akan tiba gilirannya mendatangi kita.
Kalau bahagianya kita hanya ketika mendapat nikmat, maka ketika nikmat telah menghilang dari kehidupan, sudah barang tentu kita akan gelisah, dan terjun dalam penderitaan. Apalagi, jika kehilangan nikmat disusul dengan datangnya musibah yang pedih, tentu saja derita kita semakin membesar.
Guru saya mengajarkan agar kita tidak bertengger di pinggir kehidupan. Karena siapa yang menempati pinggiran kehidupan, dia telah membiarkan keadaan hatinya dikontrol oleh kenyataan luaran yang selalu bergiliran menyapanya.
Seperti orang menempel di pinggir cakra manggilingan. Roda kadang berputar ke atas, sebentar lagi akan berputar ke bawah.
Dikala nikmat menyapanya, sontak kegembiraan membanjiri jiwanya. Lalu, bergantian disapa oleh musibah, derita menghunjam dirinya. Kehidupannya akan jungkir-balik. Dipermainkan oleh keadaan di luar.
Lantas, bagaimana agar kebahagiaan selalu menyapanya? Tak terpengaruh roda kehidupan yang terus berputar? Caranya, kita harus memasuki tengah-tengah roda. Lebih tepatnya, merambat pada poros roda. Sampainya kita pada poros roda, kita takkan lagi terpengaruh dengan putaran roda. Kita akan stabil berada di tengah.
Ridha sebagai titik median. Dengan ridha kita menggapai semua kebaikan dari realitas yang kita temui. Melalui nikmat, kita bisa mendulang kebaikan. Pun lewat musibah, kita bisa menambang kebaikan. Karena kesemuanya diyakini berasal dari Yang Mahabaik.
Tidaklah Allah menimpakan apapun pada kita kecuali karena menghendaki kebaikan saja. Dan dari tangan-Nya melulu kebaikan.
Kalau kita belum bisa bersikap ridha, maka kenyataan mudah menyakiti kita. Dengan ridha, perubahan kenyataan sama sekali tak menggeser kebahagiaan kita.
Source:
Image by Willgard Krause from Pixabay
0 comments