Renungan Tentang Alif
16 June 2022
Setiap hari kita disuguhi kebermacaman. Keanekaan. Keberagaman. Apakah keberagaman membuat hati Anda bahagia? Keberagaman yang memahatkan kesan perbedaan sekaligus pembedaan rentan menyemburkan derita di hatimu. Sebaliknya, jika kau mengintip kesamaan, maka kau akan disusupi kebahagiaan yang tak terperikan.
Laki-laki dan perempuan tentu berbeda. Kalau Anda terjebak oleh perbedaan yang mengantarai keduanya, maka Anda tak temukan keindahan melalui hadirnya laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, ketika Anda mendapati sisi kesamaan yang bisa menggabungkan keduanya, justru di sana akan menguar kebahagiaan luar biasa.
Tak sedikit laki-laki dan perempuan, setelah bersinergi lewat pernikahan menemukan kebahagiaan yang jauh lebih besar dibandingkan hidup membujang. Dari sana, dia bisa menghadirkan generasi yang menambah kebahagiaan bagi dirinya.
Apa yang membuat mereka bisa memproduksi kebahagiaan? Mereka bahagia karena berhasil mengikatkan titik kesamaan dari sekian perbedaan yang melekat.
Jika Anda seorang muslim yang taat, lalu melihat non-muslim melintas di hadapanmu. Apa yang kau rasakan? Jika Anda memandang non muslim sebagai sosok yang berbeda secara iman, maka Anda tak bisa mereguk kebahagiaan darinya.
Akan tetapi, kalau Anda memandangnya sebagai sesama manusia. Sama-sama anak Adam. Allah memuliakan seluruh anak Adam. Tak terkecuali. Terbitnya pandangan ini akan membuka peluang bagi Anda untuk menyerap kebahagiaan darinya. Karena Anda memandangnya sebagai saudara dalam bingkai kemanusiaan.
Semakin mendalam dan meluas kesadaran Anda tentang makhluk, maka semakin besar pula volume kebahagiaan yang Anda rasakan. Di mana-mana kasih sayang Anda menyebar. Di tempat apapun kau sebar kasih sayang, maka sekaligus Anda akan memanen kebahagiaan. Kalau Anda menebar benih cinta (hubb), maka yang kau panen adalah kebahagiaan (sa’adah).
Bagaimana agar cinta Anda tidak berhenti hanya pada orang beriman saja. Tidak stagnan pada sesama manusia? Timbul ekspansi cinta pada sesama makhluk Allah Swt. Dengan demikian, Anda tak memberi ruang terhadap kebencian. Semua makhluk disaksikan dengan pandangan kasih sayang (‘ainur rahmah). Bagaimana caranya?
Pertama yang perlu Anda benahi adalah tentang sudut pandang. Lalu terserap sebagai kesadaran. Adapun kesadaran yang perlu dibangun adalah kesadaran Alif. Apa kesadaran alif?
Alif menggambarkan kesadaran tentang satunya kehidupan. Alif berarti yang merekatkan seluruh makhluk. Iya, seluruh makhluk diikat oleh alif. Tanpa adanya alif, maka kehidupan tidak tergelar. Alif sendiri satu. Seluruh kehidupan diikat oleh alif ini.
Kalau Anda belajar huruf hijaiyah. Anda akan mengetahui bahwa huruf pertama adalah alif. Bukan hanya huruf pertama. Bahkan karena adanya alif, huruf hijaiyah yang lain menjelma dan eksis.
Kalau Anda mengetahui,huruf ba sampai ya, berasal dari alif. Bahkan, karena ada alif, lalu muncul harkat. Melalui harkat maka seluruh huruf menjadi hidup dan menguntaikan makna. Apa makna alif yang sebenarnya?
Alif adalah hidup. Dari alif kita mengenal a-i-u. Raden Ronggowarsito memaknai a-i-u artinya Aku Iki Urip. Meski dibolak-balik, tetap menyajikan makna yang sama. Iki Aku Urip, Urip Iki Aku. Dan hidup itu hanya satu. Berasal dari Yang Mahahidup. Al-Hayyu. Berarti hidup yang meresap pada seluruh makhluk berasal dari Yang Mahahidup. Makhluk hanya mendapatkan pinjaman saja.
Karena itu pada saatnya akan diambil oleh Sang Pemiliknya. Jika hidup satu, seharusnya seluruh kehidupan saling mengaitkan diri, dan saling mencintai satu sama lain. Ingatlah, hidupnya manusia, hidupnya hewan, hidupnya tumbuhan, bahkan hidupnya malaikat adalah satu. Ketika Anda sama-sama menyadari bahwa hidup hanya satu, maka akan timbul cinta yang meluas pada seluruh kehidupan.
Saya pernah membaca dari al-Qur’an bahwa seluruh yang hidup berasal dari air. Mari pahami sebuah ilustrasi indah dari guru saya. Di depan Anda tersedia bermacam es. Es balok, es lilin, es batu kristal, es campur, dan es krim.
Andai mereka bisa berdialog, mereka berasumsi bahwa mereka berbeda dengan yang lain. Es balok bilang bahwa dirinya beda dengan es lilin. Dan begitu juga yang lain. Akan tetapi, setelah es itu sama-sama mencair, maka timbul pemahaman bahwa ternyata mereka sama. Sama-sama berasal dari air. Tanpa air, tentu saja es-es itu tidak akan ada.
Begitu juga kita. Kita sering mempersepsi bahwa kita berbeda dengan manusia yang lain, apalagi dengan binatang, apalagi dengan tumbuhan, sangat berbeda. Kalau kita bersabar menyelam ke kedalaman, terbitlah kesadaran bahwa sejatinya kita satu hidup. Hidup telah menyatukan kita dengan seluruh makhluk. Dan hidup itu berasal dari Allah yang Mahahidup.
Melalui kesadaran seperti ini, maka tujuan diutusnya Rasulullah Muhammad Saw untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam akan bisa direalisasikan. Sosok seperti inilah yang telah menjadi manusia universal. Aku Sautuh. Cintanya pada kehidupan sama dengan cintanya terhadap dirinya sendiri.
Kalau seseorang telah mencintai semuanya, maka segalanya akan menjadi pembahagia bagi jiwanya. insya Allah.
0 comments