Rasulullah SAW Sumber Kehidupan
29 September 2022
Tak perlu susah dengan segala pernak-pernik cobaan yang menyambarmu. Jangan terlalu bersedih hati dengan apa yang luput darimu, pun jangan terlalu bergembira dengan anugerah yang kau dapatkan.
Kesedihan dunia hanya sejenak, pun kegembiraannya sementara. Karena wadahnya sendiri, dunia, bersifat sementara. Isinya begitu. Kadang nikmat, kadang musibah. Datang dan pergi silih berganti. Kalau Anda sakit, maka yakinlah tak seberapa lama, kau akan mendapati sehat. Mungkin sekarang beruntung, jangan terlalu besar rasa gembiramu. Karena keberuntungan itu hanya sementara. Berselang berapa lama akan berganti dengan kegagalan yang pahit.
Iya, jangan kaitkan kegembiraan dan kesusahanmu yang terlalu dalam oleh karena dunia. Sedihlah jika kau belum bisa menautkan hati pada Nabi Muhammad SAW. Masih jauh dari nilai dan ajaran yang diusung beliau. Dan Anda tak berhenti gembira dan bahagia sebab nikmat duniawi, akan tetapi sebab Anda telah dipilih sebagai umat Sayyidina Muhammad SAW, sosok Nabi Akhir yang menutup dan menyempurnakan seluruh Nabi terdahulu.
Bukankah umat—bahkan Nabi-nabi—terdahulu bercita-cita menjadi umat Sayyidina Muhammad SAW? Nabi Ibrahim as misalnya, sangat ingin menjadi umat Nabi Muhammad. Nabi Musa as juga demikian. Bahkan Nabi Isa as juga berharap besar menjadi umat Nabi Muhammad. Sementara kita, tanpa meminta, telah Allah jadikan sebagai umat Nabi Muhammad SAW.
Seorang kyai memberi wejangan pada putra-putrinya, “Jangan kau bertengkar, jangan kau bersedih, karena Allah telah memberikan anugerah tertinggi pada kalian. Anugerah sebagai umat Nabi Muhammad SAW”.
Iya, ketika sudah mengenal anugerah sebagai umat Nabi Muhammad, maka seluruh kepahitan hidup akan menjadi kemanisan, kegelapan menjadi terang-benderang, kesulitan akan menjadi kemudahan yang membawa keceriaan.
Andaikan seluruh emas yang ada di bumi ditimbang, kemudian diuangkan, maka sama sekali tidak berharga ketimbang Sayyidina Muhammad SAW. Emas mungkin saja memantik kegembiraan, tapi bersama Rasulullah SAW kita akan mengakses kebahagiaan dan ketenangan yang holistik. Kita akan semakin terperangah dan pengin selalu bersama dan tersambung dengan Nabi Muhammad SAW ketika kita mengetahui kedudukan beliau sebenarnya. Kutip firman Allah (QS. Yunus [10]: 3).
Pertama, sumber keberadaan (manbaul ijad). Tanpa Nur Muhammad, kita tidak akan menyeruak dari ketiadaan. Seperti yang telah diulas dalam artikel sebelumnya, kalau tidak karena Nabi Muhammad, Allah tidak menciptakan semesta. Seluruh keberadaan ini sebagai wujud cinta Allah pada beliau SAW.
Seperti seorang ayah yang telah berhasil membangun beberapa perusahaan. Kerja keras siang dan malam. Apakah dia bekerja untuk memenuhi dirinya saja? Tentu saja tidak. Dia ingin membahagiakan orang-orang terdekatnya. Istri dan anaknya. Seorang ayah berkata pada anaknya, “Wahai anakku, tidaklah aku membangun perusahaan kecuali untukmu”. Karena seorang anak, seorang ayah bekerja keras dan membangun perusahaan.
Allah menciptakan semesta karena Sayyidina Muhammad. Kalau tidak karena Nabi Muhammad, Allah tidak ciptakan Adam, tidak ciptakan surga, dan tidak ciptakan neraka.
Bahwa yang pertama kali Allah ciptakan adalah cahaya Muhammad. Darinya tercipta segala sesuatu. Ia adalah penghulu dari semua keberadaan. Bagaimana ketika Allah memerintah dengan kalimat ‘kun’ kemudian ‘fayakun’? Siapa kiranya yang diperintah oleh Allah? Tentu saja Allah tidak memerintah kekosongan. Allah memerintah cahaya sempurna, Nur Muhammad.
Dari cahaya sempurna inilah tercipta segala sesuatu. Iya, tanpa melalui ini, kita tidak akan mewujud dari ketiadaan. Sudah seharusnya kita berterima kasih pada Nur Muhammadiyah. Jika Nabi Adam adalah abul bashar, maka Rasulullah SAW adalah abul arwah (bapak dari semua ruh).
Kedua, sumber anugerah (mambaul imdad). Banyak anugerah yang Allah berikan kepada kita, berupa rezeki, jodoh, kekayaan, ilmu, dan agama. Seluruh anugerah itu, Allah memilih satu distributor, yakni Sayyidina Muhammad SAW. “Sayalah yang membagi-bagikan, dan sesungguhnya Allah yang memberikannya”. Jadi yang membagi-bagikan seluruh nikmat pada kita adalah Nabi Muhammad SAW.
Allah menciptakan kita untuk beribadah kepada-Nya, sementara pokok dari segala ibadah adalah shalat. Dan ketahuilah, tanpa shalawat, shalat kita tidak diterima oleh Allah. Dan inti dari shalawat adalah Yaa Sayyidii Yaa Rasulallah. Dari situ, kita memahami, tanpa Nabi Muhammad SAW, tak setetes rahmat akan kita terima.
Oleh karena iti, ketika kita mendapatkan kelapangan rezeki, mestinya kita tidak hanya berterima kasih pada Allah, tapi juga berterima kasih pada Sayyidina Muhammad SAW. Apalagi Nabi Muhammad SAW bersabda, “Siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka tidak bersyukur kepada Allah”. Andai kau dalam kesulitan soal rezeki, selain bertawakkal total pada Allah, disarankan banyak membaca shalawat pada Nabi Muhammad SAW. Insya Allah kesulitan yang kita alami akan tersingkap.
Jodoh juga demikian. Kalau Anda mendapatkan jodoh, berterima kasihlah pada Allah dan Sayyidina Muhammad SAW. Karena itu, tak jarang kalau di kampung-kampung, pernikahan selalu diselingi dengan shalawat pada Nabi Muhammad SAW. Kalau Anda sedang kesulitan menemukan jodoh, maka perbanyaklah bershalawat. Setidaknya, apabila jodoh belum merapat, hati kita akan senantiasa dihiasi ketenangan batin dalam penantian.
Saya dahulu sempat diijazahi oleh Syekh Fadhil al-Jailani agar banyak membaca shalawat, “Allahumma sholli wasallim ‘ala sayyidina muhammad wa’ala ali sayyidina muhammad”. Dibaca dalam situasi apapun yang sedang menghampiri. Termasuk juga orang yang ingin segera berjumpa dengan jodohnya.
Rasulullah SAW adalah kota ilmu. Kalau kita ingin mengakses ilmu yang berkah, haruslah tersambung dengan kota ilmu tersebut. Tentu saja melalui pintu dan jalur yang telah disediakan, yang biasa disebut dengan sanad. Ilmu yang mengalir dari Sayyidina Muhammad akan membantu orang untuk ingat Allah, membantuk ketenangan jiwa. Andaikan kita lupa dengan ilmu yang baru saja kita pelajari, dianjurkan untuk bershalawat. Insya Allah kita bisa memantik kembali ingatan pada apa yang kita lupa.
Apalagi agama. Agama kita bergantung dari siapa kita mendapatkannya. Kita perlu berusaha memerolehnya dari guru ke guru yang tersambung pada Sayyidina Muhammad SAW. Kalau kita ingin mendapatkan keberkahan ilmu, maka haruslah terhubung dengan beliau SAW, yakni dengan mencari guru yang tersambung secara sanad dan nasab pada Sayyidina Muhammad SAW.
Karena nilai-nilai agama yang terhubung pada Nabi SAW yang akan membentuk ketakwaan. Dan hanya dengan ketakwaan, orang bisa meraih kebahagiaan yang holistik dan hakiki.
Ketiga, sumber kebahagiaan (mambaul is’ad). Kalau kita sedang bersedih, tanyakan pada diri kita, apakah akhir-akhir ini kita dekat pada Nabi SAW atau jauh darinya? Apakah kita banyak bershalawat pada Nabi atau tidak sama sekali? Kalau kita merasa kurang bahagia, maka panggillah Sayyidina Muhammad.
Karena hati yang dipenuhi dengan Sayyidina Muhammad Saw Insya Allah selalu penuh dengan kegembiraan. Tidak tersentuh oleh penderitaan. Allah telah menjamin melalui firman-Nya, “Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan”. (QS. Al-Anfaal [8]: 33)
Rasulullah Muhammad SAW adalah kekasih Allah. Kalau kita ingin mendatangkan Allah dalam hidup kita, maka kita perlu menghadirkan Sayyidina Muhammad SAW dengan memperbanyak shalawat. Karena ketika Rasulullah SAW kita hadirkan di hati, Allah pun akan mendatangi hati kita. Ketika Allah telah bersinggasana di hati, kebahagiaan pun akan selalu memenuhi hati.
Selain itu, bershalawat pada Nabi Muhammad SAW merupakan ekspresi syukur kepada Allah. Karena itu, ucapan shalawat tidak pernah ditolak. Senantiasa diterima. Kalau memohon belum tentu diterima, meminta maaf belum tentu dimaafkan, tapi orang yang bersyukur sudah barang tentu ditambah oleh Allah. Kita bershalawat disertai dengan jiwa bersyukur pada Allah atas anugerah Sayyidina Muhammad SAW. Tidak ada jalan sempit dan sulit bagi orang yang bersyukur. Sepanjang jalan yang ditempuh dipenuhi kebahagiaan.
Jika kau sedang terpapar gelisah, cemas, bahkan ketakutan yang besar, perbanyaklah bershalawat, insya Allah semua perasaan negatif akan tersingkap, berganti kebahagian yang terus menyembur dari dalam. Shalawat disebut ‘madu widya’. Diawali dengan kenikmatan, berakhir pun dengan nikmat.
0 comments