Tantangan Perjalanan
12 September 2022
Setiap orang pasti menyimpan harapan, ekspektasi, dan cita-cita. Karena tanpa energi harapan, manusia telah membiarkan dirinya tidak bertumbuh. Tidak berbuat apa-apa. Tidak ada kontribusi yang dia tinggalkan buat generasi setelahnya. Sebagian filosof menyampaikan, tanpa harapan, manusia telah merelakan dirinya terkubur dalam sejarah. Tak memahatkan warisan apapun.
Dikala manusia telah mengikat harapan dan cita-cita hidup, maka dia harus menempuh beragam persoalan yang mewarnai dan tersebar sepanjang perjalanan. Hanya orang-orang yang sabar pada beragam tantangan, insya Allah akan sampai di puncak. Dengan kesanggupan menghadapi hambatan, seseorang akan menemukan kepuasan ketika tiba di puncak tujuan.
Seperti halnya orang yang mendaki gunung. Sebelum menempuh pendakian, dia harus menyiapkan alat-alat yang kiranya mendukung untuk tiba di puncak. Mungkin harus membawa tongkat, untuk menyangga dirinya saat lemah. Membawa kompas, untuk menunjukkan arah ke mana sedang dan akan melangkah. Diharapkan tak mudah tersesat di jalan. Membawa senter, jadi penerang, ketika gelapnya malam sudah merayap pekat. Membawa selimut dan jaket untuk melindungi dari dinginnya malam yang menembus tubuh. Dan bekal lainnya yang diperlukan dalam proses pendakian.
Setelah dirasa lengkap, mulailah pendaki melakukan perjalanan menuju puncak. Di tengah jalan, mungkin saja dia akan bertemu dengan hewan yang berkeliaran di lembah atau celah-celah gunung. Dia harus siap menaklukkan. Mungkin saja, ular berbisa yang selalu siaga menerkam setiap orang menyusuri jalur tertentu.
Tak jarang, seorang pendaki tak hanya berhati-hati dengan hambatan besar, tapi juga tak boleh meremehkan masalah kecil yang tiba-tiba mencuat dalam proses pendakian. Kadang, pendaki jatuh bukan karena batu besar, tapi karena terpeleset oleh pasir yang tercecar di sepanjang jalan.
Ketika seorang pendaki telah berhasil melewati berbagai tantangan dalam pendakian, maka ketika sampai di puncak, dia akan dibanjiri kepuasan yang tak tergambarkan. Bukankah kebahagiaan ketika meraih pencapaian sangat terkait oleh lelah dan jerihnya perjuangan yang dilewatinya?
Begitu juga, orang yang sedang menempuh perjalanan menuju Allah. Harus siap menghadapi bermacam hambatan. Dan hambatan tersebut bukan untuk membuat kita menyerah, apalagi putus asa. Akan tetapi, menguji kesungguhan kita dalam menempuh perjalanan.
Seseorang yang bernyali kecil, dipapar oleh satu masalah saja, langsung mundur dan menyerah. Sementara orang yang bernyali besar, tantangan sebesar apapun, tetap dia terobos. Karena dia meyakini bahwa Allah lebih agung dari masalah yang dihadapinya. Dia tidak menyerah bukan karena mengandalkan kemampuan dirinya, tapi meyakini akan kebesaran Allah dalam mengurai masalah serumit apapun yang dia hadapi.
Apa saja kiranya, tantangan yang dihadapi oleh seorang pejalan menuju Allah?
Pertama, kesulitan rezeki. Ketika orang telah bertobat, maka dia bertekad keluar dari lingkaran yang toxic. Beralih pada pergaulan bersama orang-orang yang mendukung ke jalur kebaikan. Boleh jadi kemudian berdampak pada hilangnya pekerjaan yang selama ini jadi lahan memperoleh rezeki. Kalau kita berpikir rezeki dari makhluk, maka kita tidak akan pernah berani meninggalkan manusia yang selama ini banyak menyumbang teraihnya rezeki.
Namun kalau kita meyakini bahwa rezeki berasal dari Allah, sudah barang tentu Allah tidak pernah kehilangan cara untuk menyalurkan rezekinya pada kita. Jika satu saluran telah putus, boleh jadi Allah menggantinya dengan bermacam saluran. Belajar pada bayi yang berdiam di rahim ibu. Sang bayi mendapatkan rezeki lewat plasenta. Ketika dia dilahirkan praktis plasenta putus. Apakah bayi sudah tak punya saluran rezeki lagi? Tidak. Justru Allah mengganti dengan dua saluran. Bayangkan satu mulut, saluran rezekinya disediakan dua. Berupa ASI.
Tak sedikit orang yang dibayangi ketakutan dan kecemasan terkait rezeki. Apalagi ketika dia harus keluar dari sebuah pekerjaan. Seolah keluarnya dia dari sebuah pekerjaan sebagai alarm kematian pelan-pelan baginya. Jangan salah sangka saudaraku. Bos, manager, pimpinan bisa jadi berhenti memberikan gaji padamu. Tapi Allah tak pernah berhenti memberikan rezeki padamu. Kasih sayang Allah tanpa syarat. Tanpa batas.
Tidak menanti ibadahmu, lalu Allah memberi rezeki kepadamu. Rezeki fisik Allah sediakan tanpa pandang bulu. Orang beriman, Allah beri. Orang kafir pun, demikian. Jika orang kafir—yang jelas-jelas membangkang pada Allah—saja dikasih rezeki oleh Allah, bagaimana dengan orang beriman pada-Nya. Sudah barang tentu Allah tidak akan menelantarkan orang beriman.
Lantas, bagaimana agar kita tak lagi terperangkap oleh kesulitan rezeki? Caranya kita tawakkal pada Allah. Bersandar pada Allah. Tunjukkan bahwa rasa butuh kita hanya pada Allah. Hanya orang yang yakin seyakinnya dengan kekuasaan Allah yang bisa bersandar pada Allah. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Allah tak butuh sama sekali dari kita. Artinya, andaikan usahamu kecil, tapi keyakinanmu besar pada Allah yang membimbingmu menjadi orang yang tawakkal pada-Nya, maka Allah akan merealisasikan dirinya seperti yang kau yakini.
Terkait dengan tawakkal, Rasulullah Muhammad Saw menggambarkan seperti burung yang keluar dari sarangnya dalam keadaan perut lapar, lalu kemudian kembali ke sarang dalam keadaan kenyang. Burung tidak menyimpan untuk esok hari. Sebagai tanda begitu tawakkalnya pada Allah. Artinya, orang tawakkal bukan berarti meninggalkan ikhtiar. Dia tetap ikhtiar, namun hatinya terpaut kuat pada Allah. Karena dia yakin bahwa bukan ikhtiar yang mendatangkan rezeki. Pendatang rezeki sebenarnya adalah Allah Swt (ar-Razzaq).
Janji Allah, siapa yang tawakkal akan memeroleh kecukupan
“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” Surat at-Thalaq Ayat 3
Kedua, gangguan manusia. Ketika Anda keluar atau hijrah dari masa lalu, maka harus siap-siap tidak disukai orang terdekat, bahkan disingkirkan. Kebencian menguar dari mana-mana. Bahkan kalimat caci maki bertebaran dan mengarah pada Anda. Hidupmu tidak dibuat nyaman, untuk meyakinkan bahwa langkah yang Anda ambil sama sekali tidak cocok dan tidak baik.
Seorang anak yang hijrah, harus merelakan diri diusir oleh keluarga sendiri, tetangga, atau sahabat dekatnya. Semula semua orang mengagumi Sayyidina Muhammad Saw, termasuk Abu Jahal dan Abu Lahab. Mereka menyimpan cinta yang sangat besar pada Nabi. Akan tetapi, setelah Nabi Muhammad Saw datang kepada mereka dengan membawa Islam, sekaligus menggusur ajaran mereka, mereka meradang, berang, dan marah besar. Lalu menjadi orang yang terdepan memusuhi Nabi Muhammad Saw.
Berulang kali Nabi Muhammad Saw diganggu oleh mereka. Bayangkan, suatu saat ketika Nabi sedang mendirikan shalat. Ketika beliau sujud, tiba-tiba ada orang yang menuangkan kotoran pada seluruh Nabi Muhammad Saw. Sayyidah Fatimah merasa tergoncang hati dan timbul kesedihan mendalam, sembari perempuan suci ini membersihkan tubuh Nabi Muhammad Saw.
Meski demikian, Nabi tidak pernah menaruh dendam sedikit pun. Beliau maafkan kesalahan mereka yang disengaja. Karena itu, jika Anda mendapatkan perlakuan yang tidak terhormat dari orang lain. Dicaci maki misalnya. Sengaja dibuat hidupmu tidak nyaman. Selalu siapkan dada yang lapang. Dengan apa? Memaafkan, ridha terhadap perlakuan mereka.
Jika hati Anda sempit, maka gangguan seseorang akan mudah menyakitimu. Tapi, kalau hatimu, lapang berkali-kali orang menganggumu, jiwamu tetap saja damai, tidak terusik oleh sebab perlakuan mereka.
Andaikan Anda mudah terganggu atau sakit hati dengan perlakuan orang lain jangan tergesa-gesa menyudutkan dan menyalahkan mereka. Karena dengan menyalahkan mereka, Anda justru semakin terperangkap dalam pesakitan. Rasa sakit yang makin perih. Akan tetapi, kalau Anda mengoreksi hatimu, maka Anda akan sadar bahwa rasa sakit yang Anda derita tersebab hati sempit. Perluas hati dengan cara memaafkan bahkan berbuat baik pada orang yang berbuat jahat.
Sejumput garam dimasukkan ke dalam segelas air, maka tentu saja kalau Anda teguk air tersebut, akan terasa asin. Berbeda halnya, sejumput garam kau tebar di danau, tentu saja garam tak bisa mengasini danau tersebut. Hati Anda ibarat gelas atau danau tadi. Jika hanya sekecil gelas, maka Anda akan mudah tersakiti oleh karena perkataan dan perbuatan buruk orang lain. Tapi, kalau hati Anda sangat luas, maka takkan bisa disakiti oleh siapapun.
Ketiga, musibah. Musibah sebuah keniscayaan yang akan dihadapi manusia selagi hidup di dunia. Musibah sepaket atau sepasang dengan nikmat. Aneh, kalau orang selalu pengin mendapatkan nikmat, lantas menolak dan menyingkir dari musibah. Musibah adalah sebuah kenyataan yang berada di luar rencana kita. Tentu tak ada orang yang pengin sakit, Allah timpakan sakit. Tak ada orang yang pengin rugi. Penginnya untung terus. Tapi, dia harus terjebak dalam kerugian, bahkan meninggalkan hutang menumpuk.
Musibah datanng tiba-tiba, tanpa kita undang. Agar Anda tidak tertekan apalagi tersungkur dalam penderitaan tersebab musibah yang datang menerjang, maka Anda haruslah bersabar. Ya, sangga musibah tersebut dengan sabar. Sembari dipahatkan keyakinan bahwa musibah yang Allah hidangkan di hadapan Anda sudah Allah sesuaikan porsinya dengan kepasitas Anda. Tidak ada yang salah dari setiap musibah yang Allah sajikan di hadapan Anda.
Selain itu, musibah bukan menghancurkan kita, tapi melatih kita agar lebih kuat dalam menghadapi tantangan ke depan. Kesabaran Anda menghadapi musibah yang datang, akan membuat karir kehidupanmu melompat pesat. Bukankah kesabaran akan memandu orang memeroleh pahala tanpa batas? Kebanyakan orang sukses karena telah berhasil melewati segala musibah yang menerjangnya dengan kesabaran yang sangat tinggi.
Melatih Bersikap
Terkait dengan kesulitan rezeki, harus menggerakkan kita untuk memperkuat ketergantungan hati, atau tawakkal, pada Allah.
Terkait dengan gangguan manusia, melatih hati agar lapang memaafkan, ridha, dan berbuat baik pada sesama.
Terkait dengan musibah, maka sediakan hati yang selalu sabar dalam menghadapi musibah. Dengan demikian musibah akan semakin membuat kita perkasa dan matang dalam menjalani hidup.
0 comments