-->

Akarnya adalah Kesadaran

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Akarnya adalah Kesadaran

11 August 2023

Akarnya adalah Kesadaran

11 August 2023


Setiap mengajarkan perjalanan menuju Allah, Guru Mulia memulai pembahasan tentang yaqdah. Sadar. Sadar adalah seperti matahari yang menerangi dan menampakkan semuanya. Tanpa kesadaran, semuanya tidak terlihat, juga tidak terasa. Kesadaran sendiri tidak menyeruak tiba-tiba. Ilmulah salah satu piranti yang membimbing terpantiknya kesadaran. Karena itu, mengapa ilmu tauhid menjadi asas utama yang membuat kita merangkum kesadaran. Semakin meningkat dan menanjak kesadaran seseorang, maka semakin memancar kebahagiaan dari ufuk jiwanya. 

Anda akan bertanya, kesadaran apa saja yang perlu mengisi akal kita?

Kesadaran Ketuhanan

Tuhan bukan oknum yang bisa diraba dengan mata maupun dengan akal pikiran. Dia hanya bisa dicerap dengan hati. Sementara akal hanya menghadirkan penjelasan yang sangat terbatas. Tak usah menjelaskan tentang siapa Tuhan. Menggambarkan tentang ruang saja, Anda tak sanggup. Apakah kau bisa meraba, memegang, dan melihat ruang? Tentu saja tidak bisa. Namun, meski kita tak bisa memegang ruang, sama sekali tidak terselip keraguan bahwa ruang itu ada. Iya, ruang itu ada. Menampung dan meliputi semua keberadaan. Iya, semua keberadaan ditampung oleh ruang.

Agar kita mengakses pengetahuan sekaligus pengenalan tentang Allah, maka disuguhkan di hadapan kita tentang ilmu tauhid, disebut sebagai aqidah. Mengenal Allah bisa menggunakan dua perspektif, yakni perspektif tasybih dan tanjih. Dari sisi tasybih, kita bisa memberi gambaran yang diterima oleh akal karena ada persamaan yang bisa kita hadirkan. Misalnya, ketika kita membahas tentang Allah Yang Mahatahu, Anda bisa mengambil contoh orang yang paling alim yang ada di sekitar kita. Contoh tersebut sebagai fasilitas untuk menggambarkan tentang Allah Yang Mahatahu meski tidak bisa memberikan gambaran secara tepat dan utuh karena pengetahuan Allah jauh di atas pengetahuan hamba-hamba-Nya. Bahkan, pengetahuan hamba yang paling genius sekalipun hanyalah setetes dari lautan ilmu-Nya.

Terkait dengan sifat Tasybih ini, kita dipahamkan dengan tauhid i’tiqadi, yakni tauhid rububiyah, tauhid mulkiyah, dan tauhid uluhiyah. Tauhid rububiyah sebentuk kesadaran bahwa Allah satu-satunya pencipta dan pemelihara kehidupan. Karena Dia yang Mencipta, maka Dia pula yang memelihara kehidupan. Kalau Anda menyelami tauhid ini, maka segala kenyataan yang mengiringi kehidupan manusia adalah sebagai bentuk pemeliharaan Allah. Mengapa Allah menghidupkan dan mematikan makhluk? Mengapa Allah memberi kesehatan pada sebagian manusia dan memberi sakit pada sebagian yang lain? Itu juga sebagai bentuk pemeliharaan. Bahkan mengapa ada orang yang berbuat dosa dan berbuat baik, juga tidak lepas dari tujuan pemeliharaan dunia. Ada sebuah hadis yang menyampaikan bahwa apabila semua manusia baik, tapi ada orang yang berbuat maksiat sedikit pun, maka Allah akan membinasakan mereka, lalu mengganti dengan kaum yang baru. Di dalamnya hidup orang yang berbuat maksiat dan berbuat taat. Pada orang yang berbuat taat, Allah curahkan rahmat-Nya. Dan pada orang yang berbuat maksiat, Allah turunkan pengampunan-Nya jika maksiat itu diiringi permintaan ampun sama Allah.

Tentu di antara kita, tidak mau terjangkit penyakit. Kita ingin sehat terus-terusan. Sakit dipandang tidak ada manfaatnya. Mudharatnya sudah pasti ada. Namun, kalau kita mencoba membuka perspektif yang lebih luas, melihat kelangsungan hidup manusia, maka sakit itu mengandung manfaat. Bayangkan, karena adanya orang sakit, lantas dirasa pentingnya kehadiran dokter, perawat, dan apoteker. Rumah sakit berdiri megah. Rumah sakit tidak ada artinya, bahkan seperti rumah tak berpenghuni jika semua orang sehat. Karen ada orang sakit, maka berdiri megah kampus kedokteran. Jika demikian, bukan hanya sehat, sakit pun sebagai bentuk pemeliharaan terhadap kehidupan.

Kedua, tauhid mulkiyah. Sebuah kesadaran bahwa Allah satu-satunya penguasa dan pengatur kehidupan. Iya, karena Dia Pemilik sebenarnya, maka Dia satu-satunya yang berhak mengatur kehidupan. Kesadaran ini membimbing kita agar tidak merasa merdeka dalam melakukan apa saja. Karena sejatinya semua pencapaian kita tidak akan mewujud tanpa izin dari Allah. Manusia tidak bisa apa-apa jika Allah tak izinkan. Inilah makna mengapa setiap kali kita hendak memulai setiap kebaikan diawali dengan Bismillahirrahmanirrahim. Pesannya jangan membawa nama diri dalam setiap perbuatan, sehingga perlu mengatasnamakan Allah.

Dan menyadari setiap pencapaian bukan karena kemampuan dirinya, melainkan karena pertolongan Allah. Melakukan apa saja kita perlu menyadari peran sebagai wakil Allah. Seorang wakil—tentu saja—bertindak atas yang diwakili. Artinya, setiap perbuatan kita tidak boleh berselisih dengan Allah. Guru saya memisalkan Anda mempunyai sepetak sawah. Kemudian Anda menyuruh seseorang untuk mengelola sawah tersebut. Namun yang disuruh mengelola tidak mengikuti instruksi dan kemauan Anda, tentu saja Anda akan kecewa. Karena sawah itu bukan milik orang yang mengelola, tapi milik Anda. Seharusnya pengelola itu mengikuti selera Anda. Bukan hanya tidak sesuai dengan selera Anda, tapi pengelola sawah itu tiba-tiba mengklaim sebagai sawahnya sendiri. Tentu saja Anda akan marah besar.

Karena Anda sebagai wakil Allah, maka Anda harus menyesuaikan diri dengan perintah Allah. Tidak layak terbesit niat berselisih apalagi menentang kehendak Allah, apalagi semua pencapaian dianggap karena kemampuan Anda. Pemahaman seperti ini bisa disebut subversif karena mengambil hak Allah. Sebagai khalifah, maka Anda tak boleh memiliki rencana sendiri selain rencana Allah. Boleh punya rencana asalkan pada akhirnya berserah pada rencana Allah. Ketika pemahaman seperti ini tertanam kuat, maka dikala mendapati kenyataan tidak sejalan dengan rencana, maka Anda tetap menemukan kemurnian dari tindakan Allah. Disanalah kuasa Allah benar-benar dirasakan. Dikala kenyataan sejalan dengan harapan, maka Anda menghayati kasih sayang Allah.

Iya, ketika semua amal dilakukan dengan dan atas nama Allah, maka sudah tidak ada ruang bagi kita untuk mengklaim sebagai amal apalagi pencapaian kita sendiri. Selain itu, manusia akan terus terdorong untuk jadi wakil Allah yang bisa melakukan ekspansi rahmat terhadap seluruh kehidupan, karena kebahagiaan manusia sangat terkait pada banyaknya kasih sayang yang disebar dan dibagikan.

Ketiga, tauhid uluhiyah, yakni sebentuk kesadaran bahwa Allah satu-satunya sesembahan, kecintaan, dan tujuan. Allah benar-benar agung dan mendominasi hati kita. Semua amal yang kita lakukan tertuju pada Dia saja. Tidak pada yang lain. Keadaan batin ini digambarkan melalui ayat : “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku untuk Allah, Tuhan seluruh alam. Tidak ada sekutu baginya dan dengan demikian aku diperintahkan, aku menjadi orang pertama kali berserah diri”.

Menempatkan Allah sebagai kekasih tumbuh dari kesadaran bahwa kita sebagai kekasih-Nya. Kekasih tidak memiliki tujuan lain kecuali selalu sejalan dan berujung pada pertemuan dengan kekasih. Penderitaan terbesar bagi seorang kekasih bukan dengan bertumpuknya musibah yang menimpanya di dunia, melainkan terpisahnya dengan Allah karena tidak lagi menyerap lezatnya beribadah, berzikir, dan berdoa pada Allah.

Dikala kesadaran kita terserap dalam keagungan Allah, maka kita sudah tak lagi peduli kehidupan ini dipuji dan dicaci oleh makhluk. Karena apapun yang makhluk lakukan tidak memberi credit point pada meningkatnya kedudukan kita di hadapan Allah. Pujian tidak membuatnya mengembang beterbangan, sementara cacian sama sekali tidak membuatnya terjerembab. Dia tidak setia pada apa kata orang lain, melainkan lebih setia pada nilai-nilai yang terikat dengan Allah.

Ketika orang telah terserap dalam kesadaran sebagai kekasih, maka segala kenyataan yang mengunjungi sanantiasa disikapi dengan syukur. Karena dia tak lagi tertuju pada kenyataan, tapi fokus pada Pencipta kenyataan. Kenyataan sama sekali tidak terpisah dari yang membuat kenyataan. Kalau kita sangat mencintai Allah—sebagai pelaku yang sebenarnya—maka kita pun mencintai semua kenyataan yang mendatangi kita. Dengan demikian, kita akan terus sejalan dengan Allah.     



     

BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang