-->

Mensyukuri Kemerdekaan

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Mensyukuri Kemerdekaan

18 August 2023

Mensyukuri Kemerdekaan

18 August 2023



Kemerdekaan sebagai anugerah besar dari Allah. Melalui kemerdekaan, kita diberi modal agar leluasa untuk berkarya. Memberi manfaat bagi sesama. Memacu kemakmuran bagi negara secara bersama-sama. Meramu kehidupan berbudaya yang menghasilkan kebahagiaan. Tentu saja, memberi ruang untuk mengekspresikan keberagamaan kita. 

 

Jika sebuah negara masih berada dalam rongrongan penjajah, bukan hanya tidak berkembang, tapi Negara tersebut juga boleh jadi mengalami penggusuran dan kepunahan. Tengoklah, bagaimana Libya, meski masih tetap ada, sudah kehilangan gaungnya. Tidak sebesar dahulu saat Moaammr Khodafi berkuasa.

 

Bayangkan, tanpa kemerdekaan, kita mungkin tidak bisa menikmati konser shalawat yang bersifat kolosal, atau menghelat istighasah kubro, atau menggeber kajian dengan menghadirkan jamaah yang berjibun dan membludak.

 

Karena negara telah mendulang kemerdekaannya, maka kita bisa melakukan apa saja, asalkan tetap berada dalam koridor peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di negara ini.

 

Kebebasan yang sejati bukan kebebasan tanpa batas, melainkan kebebasan yang terukur dan dibatasi. Jika kebebasan tanpa batas yang digalakkan, maka akan menghasilkan resiko kekacauan bagi negara. Seperti orang yang mengendarai kendaraan pribadi. Sepanjang jalan mereka melewati marka jalan. Jika mereka semua tidak mengikuti petunjuk marka jalan, maka kecelakaan massal dan beruntun rentan terjadi.

 

Kemerdekaan yang kita nikmati sebagai modal awal bagi kita untuk memberi sumbangsih terbesar agar kemerdekaan ini bisa membawa kita pada keselamatan, kesejahteraan, dan kemuliaan. Bagaimana kita menyikapi kemerdekaan?

 


Pertama, kita bangga sebagai rakyat Indonesia. Kebanggaan sebagai rakyat Indonesia perlu kita ekspresikan. Tidak perlu merasa minder pada bangsa lain. Karena keminderan membawa kita terkagum-kagum pada negara lain, sembari merendahkan bangsa sendiri. Mengeluk-elukan pemimpin bangsa lain sembari menghina dan mencaci maki pemimpin sendiri.

 

Sebagai pemantik kebanggaan kita sebagai bangsa, bayangkan, negara ini sangat luas, merangkul sekaligus merangkum berbagai macam perbedaan. Indonesia seperti sebuah medan koreografi bermacam perbedaan, kemudiaan menghasilkan puzzle yang indah.

 

Bahasa, misalnya. Kita memiliki banyak bahasa. Memang bahasa nasional kita adalah bahasa Indonesia. Tetapi setiap daerah yang terserak, memiliki bahasa sendiri-sendiri, yang disebut bahasa daerah. Negara ini membingkai, menenun, dan menghimpun multi-daerah sekaligus multi-bahasa. Iya, meskipun kita memiliki bermacam bahasa, masih sanggup disatukan dengan bahasa Indonesia.

 

Dengan berbahasa Indonesia, ketika berkunjung sebuah daerah, kita bukan hanya bisa menghilangkan pembatas antar daerah, tapi menyadari bahwa Indonesia adalah negara besar yang memayungi banyak sekali perbedaan.

 

Orang Madura berkunjung ke Lombok, misalnya. Disana, dia tidak mengerti bahasa Lombok. Tentu saja dia akan terus disesaki oleh kebingungan. Dan orang lombok, tentu saja tidak mengerti bagaimana berujar dengan bahasa Madura. Dari perbedaan diantara dua daerah ini bisa diretas dengan bahasa Indonesia. Mereka bukan hanya menghilangkan kecanggungan dalam berbincang, tapi diam-diam dalam dirinya juga akan merasakan bahwa dirinya adalah bangsa Indonesia. Bukan bangsa Madura. Bukan bangsa Lombok. Keadaan seperti ini sudah seharusnya membangkitkan kebanggaan bagi kita. Karena keberagaman itu telah diikat dengan Indonesia.

 

Coba kita tengok negara-negara di Arab. Mereka nyaris memiliki bahasa yang sama. Anehnya, meski bahasa mereka sama, disana sering terjadi konflik, lalu peperangan, dan saling membunuh satu sama lain. Dari fenomena tersebut, sudah cukup bagi kita untuk berbangga sebagai rakyat Indonesia. Di tengah keberagaman, kita bersatu dalam bingkai Pancasila dan UUD 1945.

 


Kedua, mengisi kemerdekaan dengan karya agung. Kita bukan hanya mendapatkan amanah dari generasi terdahulu -Sang founding father, tapi kita juga bertanggung jawab terhadap masa depan generasi kita selanjutnya. Apa kiranya legacy yang bisa kita tinggalkan terhadap mereka.

 

Selain kita berpijak pada sejarah, dengan menggenggam cita-cita yang mendasari pendirian negeri ini, kita juga berhak menorehkan sejarah bagi masa depan bangsa. Sebagai anak bangsa, seharusnya jiwa untuk menyumbang, bermanfaat, bahkan berkorban untuk bangsa harus digalakkan. Jangan sampai generasi kita, lantas menghabiskan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membangun bangsa lain.

 

Tak sedikit dari generasi cemerlang, karena persoalan uang, dia mendedikasikan skill dan keahliannya untuk membangun negara lain. Lantas, tidak punya kepedulian yang mendalam pada pembangunan negerinya sendiri. Padahal, dia sadar telah menghirup udara dari negeri ini, meneguk air dari tanah air ini, dan bertumbuh secara jasmani, psikologis, intelektual, dan spiritual di negeri yang kita cintai. Dia lahir dari negeri Indonesia, tapi dia tak banyak berbuat untuk Indonesia.

 

Kita berjuang memberi kontribusi untuk Indonesia sejalan dengan kemampuan kita masing-masing. Bagi Anda yang berprofesi sebagai guru, jadilah seorang guru yang hebat. Mendidik generasi yang unggul ke depan. Menanamkan visi hidup kebangsaan. Juga menguak atau menggali kemampuan besar yang terpendam pada peserta didik, sehingga mereka bisa menghasilkan manfaat yang besar bagi negara.

 

Kalau Anda sebagai pedagang, jadilah pedagang yang bisa menyumbang peningkatan ekonomi Indonesia. Membuka lapangan kerja untuk generasi, sehingga kita tidak lagi bergantung pada negara lain. Jangan sampai terkesan, ada pembangunan di Indonesia, tapi pembangunan Indonesia. Negara lain membikin perusahaan di Indonesia, tapi membawa karyawan dari negaranya. Menempatkan warga Indonesia sebagai penonton, lebih jauh sebagai konsumen mereka.

 

Kita harus merebut kuasa asing dengan terus-menerus membenahi dan meningkatkan kapasitas kita. Jika Anda seorang penulis, riset lalu tulislah khazanah Indonesia yang masih tersimpan, sehingga menjadi warisan terindah bagi generasi mendatang. Intinya, kita berfokus untuk berkontribusi untuk kebesaran bangsa ini. Jangan sebaliknya, hanya menggerogoti bangsa dengan keculasan dan ketamakan.

 

Ketiga, memahami kemerdekaan yang sejati. Kemerdekaan tidak berhenti pada tataran fisik, tapi bagaimana bisa menyentuh pada mentalitas kita. Lebih dalam lagi menukik pada sisi spiritual. Karena kemerdekaan secara fisik tidak menyumbang kebahagiaan sejati selagi manusia masih mengalami belenggu secara ruhani.

 


Apa saja belenggu ruhani yang harus kita retas?

1.   Kebodohan. Ketika orang lama terbelenggu kebodohan membaca Al-Qur'an, lalu dengan belajar yang keras akhirnya bisa membaca Al-Qur'an, tentu saja hatinya disambar oleh kebahagiaan yang tak terlukiskan.

Bagaimana jika kita mengetahui secara mendalam tentang ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu akhlak, tentu saja kita akan merasakan hidup jauh lebih ringan. Bukankah hidup sangat menyiksa ketika terperangkap dalam gelapnya kebodohan?

2.     Hawa nafsu. Memang, kita boleh saja punya keinginan, tapi tak boleh terikat dengannya. Karena terikat pada keinginan membuat orang terjatuh dalam penderitaan. Apalagi dia tertambat oleh bertumpuknya keinginan. Bagaimana jika keinginan itu tidak kunjung terealisasi? Kebahagiaan tidak kunjung terbit. Kendati keinginan terwujud, tak jarang disusul oleh keinginan baru yang lebih besar. Kebahagiaan didapatkan bukan dengan memenuhi keinginan, melainkan diraih dengan terkendalinya keinginan.

3.   Keakuan. Keakuan sebagai penghalang terakhir seseorang meraih kemerdekaan yang hakiki. Manusia tanpa keakuan seperti ruang yang tak bisa dilukai, tapi semuanya dirangkul dengan mesra.

Semoga kemerdekaan yang sebenarnya bisa kita raih.

 

Salam Merdeka!!!

 

 

BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang