Mencintai Tanpa Alasan
13 October 2023
Saya teringat kisah indah yang
disajikan oleh guru mulia. Adalah sepasang suami istri sedang berbincang renyah
dan mesra. Berbagai perbincangan kesana kemari ternyata jadi bumbu yang makin
menyedapkan dan mengindahkan hubungan keduanya. Sehingga tiba pada sebuah
pertanyaan klise yang biasa diutarakan oleh seorang perempuan.
“Suamiku”, sela sang istri,
“apa alasan kanda mencintaiku?”
Sang suami tidak serta-merta
merespons pertanyaan si istri, himgga melintaslah di hadapan mereka seorang
nenek tua yang berwajah keriput, sekaligus bertelekan tongkat.
“Wahai istriku, kekasihku”,
tanggap sang suami, “jika aku mencintaimu dikarenakan kecantikan dan kemolekan
tubuhmu, bagaimana jika kelak kau telah menjadi tua seperti nenek itu? Apakah
berarti cintaku akan berkurang padamu?”
“Maksudmu apa suamiku?”, tanya
sang istri dengan dahi mengernyit.
“Iya, aku mencintaimu tanpa
alasan. Sehingga cintaku akan terus mengembang dan bertumbuh padamu. Apapun
yang terjadi padamu”, pungkas sang suami. Tentu saja ditingkahi dengan
kemanjaan istri dan senyumnya yang terus mengembang.
Dari kisah di atas, kita bisa
belajar bahwa cinta yang akan terus berlangsung dan bertahan adalah cinta tanpa
alasan. Tapi memasuki pintu cinta, semua orang menggunakan alasan, sehingga
pada akhirnya dia dibawa tenggelam dalam samudera cinta yang tanpa batas.
Pada mulanya cinta membutuhkan
alasan. Makin kuat alasan, makin kuat pula cinta yang terpendam di jiwa. Hanya
saja, cinta yang bertopang pada alasan gampang tersapu oleh kenyataan yang di
luar prediksi. Setiap cinta yang bertopang pada alasan—mengikuti rangkaian
logika—gampang roboh seperti bangunan yang berdiri di atas pasir, tanpa dilandasi
oleh fondasi yang kokoh. Apa yang terjadi, ia akan mudah runtuh oleh karena
diterpa goncangan, atau dihantam oleh ombak yang keras.
Selagi cintamu terikat pada suatu yang bersifat materi, maka cintamu tidak akan stabil. Karena apapun yang bersifat materi senantiasa mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Anda, misalnya, mencintai seseorang karena kekayaannya. Apakah kekayaan itu akan terus melimpahi orang yang kau cintai? Setiap orang akan melewati perputaran waktu, menemui nasib yang berbeda. Jika kekayaan telah direnggut darinya, apakah cinta terus menyala dan menjulang?
Kalau kekayaan sebagai alasan
mencintai, maka bersamaan dengan tergusurnya kekayaan, cinta pun akan tergusur.
Dampaknya, kebahagiaan cinta kita mengikuti kondisi yang bersifat materi.
Ketika materi sedang pasang, cinta pun akan mengalami pasang. Ketika materi
kekayan surut, surut pula cintanya. “Ada uang, abang disayang. Tidak ada uang,
abang ditendang”. Begitulah ungkapan yang teserbih di jalanan yang sering saya
temui.
Cinta Melampaui Materi
Kebahagiaan hanya direguk
ketika orang telah berhasil melampaui materi. Sebagian orang bilang, materi
memang bukan segalanya, tapi tanpa materi orang tidak menjalani kehidupan
dengan sempurna. Ada juga yang bilang, “Memang, uang tidak dibawa mati, tapi
tanpa uang hidup setengah mati”.
Kita boleh, bahkan kudu
mencari penghidupan, berarti tidak bisa lepas dari uang. Akan tetapi, jangan
kita sandarkan sepenuhnya kehidupan kita pada uang. Bahkan ketika Anda masih
tersangkut dan berhenti pada uang, maka kau tidak bisa menemukan kebahagiaan
yang sejati. Anda akan terus goyah-gayih dalam kondisi tidak menentu.
Membiarkan diri Anda dikontrol oleh suasana luaran.
Sadarilah, cinta bukan
segalanya. Cinta hanyalah sebuah jalan agar kita bisa mengenali dan bersentuhan
dengan Yang Mahacinta. Karena itu, sejak awal perlu dibangun sebuah niat yang
kokoh dalam biduk rumah tangga. Niatnya meraih ridha Allah. Ketika yang dituju
adalah Allah, maka Allah akan mengatur perjalanan cinta agar tidak sebatas
mereguk kenikmatan yang bersifat seksual, tetapi juga bagaimana merasakan
kenikmatan ruhani yang tak tergambarkan.
Pernikahan bukan ajang untuk menuntut. Selagi diikat dengan dasar saling menuntut, maka pernikahan akan kering dari kebahagiaan. Hanya ketika pernikahan dibangun dengan semangat saling memberi, maka kebahagiaan akan berlimpah di jiwa. Pernikahan hendaknya dipupuk dengan semangat saling melayani. Melayani pasangan seperti halnya melayani Allah.
Jika Anda diminta melayani seorang wali kota yang paling kau cintai, maka hatimu akan tergerak untuk memberikan pelayanan terbaik. Pelayanan merupakan jalan mengekspresikan rasa syukur. Bukankah dengan bersyukur, keberkahan demi keberkahan akan bisa kita petik dengan cara yang mengagumkan?
0 comments