-->

Pikiran dan Iman

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Pikiran dan Iman

10 November 2023

Pikiran dan Iman

10 November 2023


Kehidupan bergerak sangat cepat. Tidak lagi linear, juga tidak monoton. Arah kehidupan bergerak sangat tajam, penuh kelokan dan serba dialektik. Kita tak lagi boleh memahami kehidupan hitam-putih. Apa yang dulu kita sebut benar, mendadak menjadi salah. Padahal kebenaran tidak lagi bergantung pada rujukan yang mutlak. Akan tetapi, bergantung pada pikiran, persepsi dan cara pandang kita terhadap kehidupan. Bagaimana orang yang dulu sangat strong dalam satu objek bahasan, berubah menjadi orang yang sangat apatis. Kondisi ini tidak hanya berlaku pada lingkup individu, bisa meluas ke ranah masyarakat yang lebih luas.

Tak jarang, kita merasa terkecoh oleh persepsi kita sebelumnya. Pada mulanya begitu gandrung dan fanatik pada seorang tokoh. Dalam pikirannya, tokoh itu hadir dengan sempurna mewakili harapan kita selama ini. Dengan berjalannya waktu, tokoh tersebut terus dibanjiri pujian dimana-mana. Ternyata ketika nyaris sampai di puncak, tokoh tersebut mulai bergeser dari persepsi yang selama ini terbentuk di masyarakat. Jika dulu, kehadirannya bisa mengembuskan energi baru dan memantik kegembiraan, kini telah berubah. Kehadirannya justru menciutkan kebahagiaan sekaligus menyemburkan penderitaan pada masyarakat.

Selagi orang digerakkan oleh persepsi, maka dia tidak akan teguh dan kokoh dalam menjalani kenyataan yang sedang dialami. Mengapa? Karena persepsi menyeruak dari pikiran. Dan pikiran mudah berubah. Tidak mengakar ke dalam. Karena itu, orang yang digerakkan persepsi tidak akan pernah bisa menggali kebahagiaan dalam dirinya. Apalagi hanya mengikuti trend yang berkembang. Dia digerakkan oleh gelombang yang memancar di luar. Sementara kompas yang bertempat di dalam dirinya—hati nurani—tidak ikut diaktifkan.

Sekali lagi, persepsi sangat rapuh. Bisa berubah dalam satu waktu. Bahkan dalam durasi yang sangat singkat. Seperti orang yang tiba-tiba menjadi terkenal dimana-mana, karena keunikan yang melekat padanya. Semua orang mengarahkan perhatian padanya. Waktu terus bergerak, manusia mulai bosan dengan kehadirannya. Apalagi kemudian muncul tokoh baru yang lebih keren. Maka pelan-pelan nama orang yang bersinar itu redup dan tenggelam. Tertelan oleh sinar yang lebih benderang.

Dulu, kita pernah disuguhi pemberitaan tentang mahalnya ikan koi. Orang berbondong-bondong untuk membeli ikan koi, karena dipandang bisa mengundang hoki. Persepsi publik yang sangat kuat menjadikan ikan koi diburu oleh banyak orang. Akan tetapi, ternyata setelah dibeli, sama saja. Ikan koi sama sekali tidak memberi dampak terhadap meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran. Pelan-pelan orang tak lagi menaruh kepercayaan pada ikan koi. Sekali lagi, persepsi ini dibentuk oleh pikiran.

 

Pikiran Vs Iman

Dikala orang menyandarkan hidupnya pada pikiran, maka dia sedang bersandar pada objek yang rapuh. Ketika kenyataan sering tidak sesuai dengan harapan, lalu pikiran akan mengatakan, memang keadaan yang saya alami tidak pernah menguntungkan. Pikiran lebih setuju dengan kenyataan. Seperti halnya gajah yang kakinya tertambat oleh rantai yang sangat kuat. 

Berkali-kali dia hendak bergerak ke luar, tetap saja tak bisa. Pada akhirnya terbentuk persepsi pada dirinya bahwa ia telah diikat kuat-kuat. Tidak bisa kemana-mana. Kemudian tali yang mengikat kaki gajah tersebut dilepaskan. Namun tiba-tiba ada ancaman kebakaran di dalam, sehingga gajah pun tetap tidak mau kemana-mana, karena persepsi yang telah terbangun, yakni bahwa ia diikat. Akhirnya, dia mati di kandangnya.

Manusia memang menggunakan pikiran. Tapi tak boleh menuhankan pikiran. Karena pikiran seringkali mengembuskan pesimisme, suka terjebak dalam dualisme yang terus berkelindan satu sama lain.

Berbeda halnya dengan iman. Iman selalu mengaitkan kehidupan kepada Allah. Dan dalam keteguhan memandang Allah Yang Mahabaik, maka tidak ada yang terjadi dalam hidup kita kecuali kebaikan. Keburukan tidak bertempat pada kenyataan. Akan tetapi, perspektif kita terhadap kenyataan itulah yang sering menghadirkan keburukan. Jadi, masalah sespesial apapun, jika melihatnya dibarengi dengan iman, Anda akan selalu terpandu melihat kebaikan dibaliknya.

Di sebuah daerah menyembur lumpur panas. Tepatnya Lapindo. Sebuah wilayah yang terletak di  Kabupaten Sidoarjo. Kondisi tersebut tentu saja membuat penghuninya terganggu. Bahkan mereka berduyun-duyub keluar dari wilayah tersebut. Memilih mengontrak rumah di wilayah lain. Seiring berjalannya waktu, ternyata tempat tersebut dibeli karena mengandung minyak. Tentu saja dibeli dengan harga yang sangat tinggi. 

Dalam waktu singkat, orang yang dulunya sangat sedih tersebab musibah tersebut, berubah menjadi orang yang sangat gembira, karena telah mendapatkan uang ganti rugi yang sangat besar. Mereka tidak hanya bisa membeli rumah baru yang layak huni, bahkan di antara mereka ada yang berangkat haji tersebab musibah tersebut.

Iman tidak terpengaruh dengan kenyataan. Karena dia lebih fokus pada Zat yang mencipta kenyataan. Perlu kita sadari bahwa kenyataan itu akan berubah. Tidak menetap. Pasang surut. Iya, kenyataan selalu menyuguhkan dualisme yang tak berkesudahan. Orang tak bisa melanggengkan kekayaannya terus-menerus. Pada saatnya, kekayaan itu akan tergerus, lalu dia terdampar menjadi orang yang tak punya apa-apa. Sekali lagi, kalau kebahagiaan kita bergantung pada kenyataan, maka kebahagiaan yang kita alami juga tidak akan langgeng karena dikontrol oleh kenyataan yang bertebaran di luar dirinya.

Bagaimana respon orang beriman ketika diterpa masalah? Masalah adalah kenyataan yang harus dihadapi selagi nafas masih berhembus. Kalau Anda sedang menghadapi masalah, itu adalah pertanda bahwa Anda masih hidup. Ketika orang sudah tak lagi berhadapan dengan masalah, boleh jadi dia sudah mati. Setidaknya mandek. Tidak mengalami pertumbuhan lagi. Kemuliaan manusia tidak terletak pada ada dan tidak adanya masalah. Akan tetapi, sangat bergantung pada respon yang ia berikan ketika dipapar masalah.

Kita selalu memandang positif setiap kenyataan karena perhatian kita tertuju pada pencipta realitas. Allah Swt. Karena kita yakin bahwa takdir apapun mengalir dari Allah Yang Menciptakan takdir. Karena Dialah Yang Mahakuasa. Tidak ada satu pun makhluk yang bisa menembus benteng Kekuasaan-Nya. Kuasa Allah didasari dengan kehendak-Nya. Perlu kita yakini bahwa kehendak Allah selalu baik bagi hamba-Nya. 

Berbasis keyakinan ini, kita akan selalu berbaik sangka pada Allah. Baik sangka selalu memasukkan kita ke ranah ketenteraman. Di luar boleh bergoncang, tapi di dalam tetap damai. Dan kehendak Allah didasari ilmu-Nya. Artinya, tidak ada yang salah dalam takdir. Pasti semuanya mengandung tujuan. Karenanya, Allah tidak main-main dalam menenun takdir untuk kita. Selain itu, basis keyakinan terakhir, bahwa semua kenyataan mengalir dari kasih sayang-Nya. Jika didasari kasih sayang Allah, maka sudah barang tentu semua Allah lakukan demi kebahagiaan kita.

Keyakinan di atas tumbuh dari dasar iman yang kokoh. Iman kepada Allah yang mengakar di relung hati.    

 

BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang