Bahagianya Rumah Tangga
29 December 2023
Allah bahagia dengan ketunggalan-Nya. Dia tidak butuh siapa-siapa. Dia juga tidak butuh apa-apa. Setiap persembahan makhluk yang dialamatkan pada-Nya, sekali lagi, bukan kebutuhan Allah, melainkan jadi kebutuhan hamba itu sendiri. Setiap ibadah yang dipersembahkan seorang hamba, sejatinya untuk memupuk kebahagiaan bagi dirinya sendiri.
Tentu manusia berbeda dengan Allah, kebahagiaan tidak
bisa bergantung pada dirinya sendiri. Bahkan, ketika manusia terjebak dalam
egoisme, terkurung dalam kepentingan diri sendiri, sesungguhnya dia membiarkan
dirinya terpuruk dalam penderitaan. Karena musuh kebahagiaan adalah ego
sentris, atau biasa disebut dengan keakuan. Makin tebal keakuan seseorang,
makin sulit kebahagiaan tersalur ke hatinya.
Dengan cara apa kebahagiaan manusia diserap? Yakni dengan memahami kemenduaan. Iya, bagaimana bisa menyatukan suatu yang terlihat berlawanan kemudian ditransformasikan menjadi berpasangan. Ketika berpasangan, lalu diikat dengan cinta dan kasih sayang yang mendalam, maka kebahagiaan akan meluap-luap dari hati. Demi terawatnya kebahagiaan, maka kita dianjurkan menikah.
Melalui pernikahan, kita akan menemukan sebuah konsep yang konkret bahwa kebahagiaan bukan terletak pada apa yang kita dapatkan, melainkan sangat ditentukan oleh apa yang kita berikan. Memberi dengan spirit cinta. Lantas, apa saja yang harus ditapaki agar rumah tangga menjadi lahan subur tumbuhnya kebahagiaan?
#Cinta
sebagai benihnya
Kebahagiaan sangat subyektif. Secantik apapun seorang wanita, jika Anda tidak menaruh cinta sama sekali padanya, atau sebaliknya Anda memendam kebencian, tentu saja kecantikannya memudar, bahkan terlihat jelek. Bukan orangnya yang jelek, tapi sudut pandang yang Anda pakai membuat dirinya terlihat jelek. Cinta merupakan benih yang harus tersedia ketika Anda merajut hidup bersama pasangan. Saling mencintai adalah modal awal untuk memproduksi kebahagiaan.
Cinta—biasanya—tumbuh dari sisi-sisi menarik yang melekat pada seseorang. Pertama,
mencintai karena dia orang baik. Dia memiliki citra sebagai orang yang baik
pada siapa saja. Sifat-sifat baik ini bisa memicu cinta dalam hati. Misalnya, seseorang
dikenal sebagai sosok yang baik, meski tidak langsung berbuat baik pada Anda,
sudah cukup membuat Anda tertarik. Semakin sering merenungkan kebaikan yang dia
kontribusikan pada sesama, semakin melambung pula perasaan cinta Anda.
Kedua, cinta karena berbuat baik. Manusia adalah hamba dari perbuatan baik. Semakin sering orang berbuat baik pada Anda, tentu saja Anda semakin terpesona dan tertarik pula padanya. Mungkin saja mulanya tidak ada perasaan apa-apa yang terselip di hati. Tapi karena dia selalu berbuat baik pada Anda tanpa pamrih, Anda mengenalinya sebagai orang yang tulus dan dermawan. Perlahan tumbuh perasaan cinta Anda padanya. Ingin merenda kebersamaan dengannya. Anda mencintai tidak hanya karena dia sering berbuat baik, tapi juga bagaimana Anda menjadi seperti dia. Pada akhirnya, tertular untuk ikut berbuat baik. Bukankah kebahagiaan tumbuh melalui perbuatan baik?
Ketiga,
cinta karena keindahan yang terpancar darinya. Iya, semua orang menyukai
keindahan, entah keindahan rupa, warna, terutama keindahan akhlak. Siapa yang
tidak suka pada orang yang berhias dengan keindahan, terutama keindahan akhlak?
Semakin indah akhlak seseorang, tentu semakin menarik hati. Wanita yang
berakhlak mulia adalah perhiasan terindah di dunia. Seorang lelaki ketika
dibersamai istri yang sholehah, maka dia seolah sedang membangun surga di
dunia.
Keempat,
tentu semua tarikan cinta itu menjelma karena yang dicintai ‘ada’. Bukan
sekadar ilusi atau bertengger di ruang imajinasi. Bahkan cinta membuat manusia
merasa hidup, bersemangat, dan ingin selalu meraih kemajuan. Sebaliknya, ketika
cinta atau yang dicintai telah tiada, maka tiba-tiba semuanya terlihat gelap,
runtuh, dan sama sekali tak bermakna.
#Menyirami
dengan makanan yang halal
Terpenuhinya
kebutuhan jasmani dengan makanan yang halal akan membuat cinta terus bertumbuh.
Makanan akan menjadi daging dan darah, yang berdampak pada cara berpikir, yang
mana cara berpikir menentukan cara bertindak. Tindakan yang terus-menerus
menjadi karakter, dan berujung pada nasib.
Jika
kita membiarkan keluarga mengonsumsi makanan yang haram, ditakutkan akan
membentuk karakter mereka yang menyusahkan nasib keluarga. Bahkan, seorang anak
yang mengonsumsi makanan yang haram tidak akan menjadi orang shaleh meski yang
mendidiknya seorang wali. Lebih baik makanan sederhana asalkan halal
dibandingkan makanan super istimewa tapi diperoleh dengan cara yang haram.
Ketika makanan halal yang disediakan untuk keluarga, insya Allah keharmonisan
rumah tangga akan bisa terawat dengan baik.
#Menjaga
dengan ilmu dan hikmah
Membangun rumah saja dibutuhkan ilmu, apalagi membangun rumah tangga, tentu saja ilmu menjadi kebutuhan mendasar. Setiap memandu keluarga dengan ilmu, maka Anda bisa membentuk tujuan berkeluarga. Tentu saja, sejalan dengan sunnah Rasulullah Saw. Dengan ilmu, Anda berjalan di tataran yang seharusnya. Jadikan ilmu sebagai timbangan dan ukuran dalam melangkah.
Artinya, setiap gerak langkah dalam
berumah tangga, hendaknya selalu berkonsultasi terhadap ilmu -yang bersumber
pada Al-Qur’an, hadis, dan ijma' ulama. Ilmu disebut sebagai pemimpin dalam
beramal. Termasuk pernikahan. Kalau kita menikah tanpa disertai ilmu, bagai
berjalan di tempat yang gelap, dan tentu saja menjadikan kita mudah tersesat
dan binasa. Kalau disertai dengan ilmu, kita akan mudah mendeteksi mana yang salah
dan benar dalam setiap langkah yang kita jalani. Dengan dipayungi cahaya ilmu,
insya Allah kebahagiaan selalu mengiringi rumah tangga.
Selain
itu, juga diperlukan hikmah. Tentu kita harus terlebih dahulu memahami perbedaan
ilmu dan hikmah. Jika ‘ilmu’ melihat kehidupan rumah tangga dari
kacamata seharusnya, maka ‘hikmah’ memandang dari kacamata
proses. Kehidupan yang kita jalani tidak final dan fixed, tapi sedang on
process, sedang on going. Jika memahami semua orang sedang berproses
menjadi lebih baik, maka sikap kita adalah bersabar. Jangan berharap mengalami
perubahan secara spontanitas. Tentu harus melewati proses.
#Ketaqwaan
pada Allah
Ada
kebutuhan ruhani yang harus digenapi dalam berumah tangga. Mungkin saja Anda
telah memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, dan intelektual berupa makanan yang
halal, cinta dan pengertian, ilmu dan hikmah. Namun, jika ketaqwaan terlepas
dari kehidupan kita, maka kita akan merasakan kehidupan yang dijalani begitu
hambar.
Ketaqwaan
terkait kedekatan pada Allah, bisa lewat amal, kondisi hati, dan dengan sikap
hidup yang kita pancarkan. Amal ketaqwaan antara lain shalat malam, banyak
istighfar, dan berbagi terhadap sesama. Adapun kondisi hati orang yang bertaqwa
adalah terbebas dari sombong, dengki, dan riya’. Dan sikap yang ditunjukkan
orang bertaqwa adalah tawakkal terkait masa depan dan ridha terkait masa lalu.
sedangkan terkait masa kini terpancar dua sikap, yakni sabar atas musibah yang
menimpa dan bersyukur atas nikmat yang tercurah.
Ketaqwaan
sebagai fondasi utama terbangunnya kebahagiaan dalam rumah tangga. Bahkan taqwa
inilah yang memberi jaminan terpenuhinya semua kebutuhan rumah tangga : Allah akan
mencukupi rezekinya, tercurah lezatnya mawaddah dan Allah anugerahi ilmu dan
hikmah.
0 comments