Shalat Fasilitas Bertemu Dia
26 January 2024
Mungkin
saja terbit bermacam pertanyaan, ketika Allah perintahkan zakat, puasa, dan haji
cukup dengan perintah wahyu. Tapi mengapa, ketika terkait dengan shalat, Allah
mengundang Rasulullah Saw ke hadirat-Nya? Harus melintasi langit ke langit,
sehingga menembus sidratul muntaha?
Pertanyaan
kedua, mengapa zakat, haji, dan puasa hanya dilakukan ketika mampu? Jika tak
mampu, maka ada keringanan yang dihadiahkan? Puasa, bagi orang yang sudah
sangat sepuh, secara fisik tidak memungkinkan menjalankan puasa, maka
digantikan dengan fidyah. Tapi, tidak dengan shalat. Shalat tetap saja
didirikan dalam kondisi dan keadaan apapun. Sebuah kewajiban yang selalu melekat
pada seorang hamba. Jika Anda tak bisa shalat dalam keadaan berdiri, maka
duduklah. Kalau duduk juga tidak sanggup, bisa shalat dalam keadaan berbaring.
Bahkan, kita bisa shalat dengan menggunakan isyarat mata.
Shalat
merupakan sarana spiritual untuk menjalin konektivitas jiwa dengan Allah Swt.
Dan kebutuhan kita pada-Nya melebihi kebutuhan kita pada oksigen. Adakah diantara
kita bisa hidup tanpa memeroleh asupan oksigen? Tentu saja tidak bisa. Beberapa
menit saja tidak mereguk oksigen, hidup kita mungkin saja segera berakhir.
Kalau Anda tidak terhubung dengan Allah, mungkin fisik Anda masih tetap hidup,
tapi jiwa Anda terlantar, terkapar, dan seperti terbakar. Ketahuilah,
penghubung antara tubuh dan ruh adalah nafas. Ketika nafas terhenti, sinyal
kehidupan Anda segera berakhir. Adapun penghubung antara ruh dan Allah adalah
zikirullah. Semakin kuat zikir kita, maka rasa damai semakin merasuk ke dalam
hati kita. Damai sendiri adalah tanda hidupnya hati.
Artinya,
jika ingin merasakan kehidupan ruhani, maka Anda tak boleh meninggalkan shalat,
dalam keadaan apapun. Karena shalat seperti halnya kabel, penghubung jiwa
dengan pusat energi cahaya. Jika kabel putus, maka cahaya tidak akan mengalir
ke dalam hati kita. Tanda cahaya terputus adalah kita menjadi tak bisa menyerap
kebahagiaan. Rasa damai tidak kita rasakan.
Saya
Shalat, Tapi Tidak Bahagia
Jika
kita belum bahagia ketika shalat, atau pasca mendirikan shalat, jangan
buru-buru menyalahkan shalat yang tidak berdampak, apalagi kemudian berhenti
mendirikan shalat. Kita perlu meneliti terlebih dahulu tentang shalat kita
sendiri. Kuncinya, benahi shalat kita. Bukan dimensi lahir, tapi dimensi batin.
Kalau shalat berhenti pada gerakan dan bacaan shalat saja, tidak berlanjut pada
vibrasi rasa yang menjalar di hati, maka shalat sama sekali tidak menghasilkan
kebahagiaan. Shalat sebatas menggugurkan kewajiban.
Meski Anda belum merasakan kebahagiaan dalam shalat, jangan berhenti membenahi shalat. Bahkan, ketika Anda bisa mendirikan shalat—meski belum khusyuk—tetaplah bersyukur, karena masih digerakkan oleh Allah untuk shalat. Karena tak sedikit orang yang meninggalkan dan menyia-nyiakan kewajiban shalat. Dikala Anda bersyukur atas karunia shalat, anugerah ruhani yang Allah berikan kepada Anda pun akan meningkat. Bukan sebatas shalat, tapi juga dibawa pada level sadar bahwa diri Anda shalat.
Sadar atas kalimat yang dibaca, meski kadang-kadang pikiran juga berbelok pada perkara di luar shalat lalu kembali lagi pada kalimat yang kita baca, menyadari bahwa Anda sedang shalat. Bukan sedang jalan-jalan. Karena tak jarang kita sedang shalat, tapi pikiran sedang di jalan-jalan di taman rekreasi, atau mencari-cari sesuatu. Memang, kita perlu terus berbenah diri.
Kita tidak bisa langsung menjalankan shalat secara sempurna
lahir dan batin. Namun, kita perlu terus berjuang bagaimana shalat kita bisa membaik
dari waktu ke waktu. Kita benar-benar tak pernah mengakses kebahagiaan dari
luar. Cukup menegakkan shalat dengan benar, sepenuh hati, maka kita bisa
menggali kebahagiaan dari taman jiwa kita sendiri. Jiwa yang telah terhubung
dengan Allah.
Kalau
Anda sudah sampai pada level ‘sadar’ ketika membaca kalimat-kalimat dalam
shalat, kita naikkan pada level ‘merasa hadir’ di hadapan Allah. Menyadari
bahwa kita tidak pernah jauh dari Allah sebagai Zat kita yang sembah. Kita
sedang berhadap-hadapan dengan Allah. Kita merasa dipandang oleh Allah Swt.
Dengan demikian, kita akan selalu berada dalam keadaan ingat Allah. Ingat Allah
karena merasa selalu diingat, dilihat, dan diawasi oleh Allah. Takkan lepas
meski sedetik dari pandangan Allah.
Intinya,
kita terus membawa jiwa kita dari satu level kesadaran ke level kesadaran yang
lebih tinggi dalam shalat, sehingga pada akhirnya shalat kita membuahkan
kebahagiaan, bahkan kita menemukan kebahagiaan dalam shalat itu sendiri.
Shalat
dengan Cinta
Cinta
sebagai kata kunci untuk mendulang kebahagiaan. Setiap aktivitas yang disertai
cinta akan selalu menghasilkan kebahagiaan. Sementara aktivitas yang absen dari
cinta, tentu saja membuahkan kehampaan. Begitu juga shalat. Kalau shalat Anda
dialiri cinta pada Allah, maka Anda akan menyerap rasa bahagia dalam shalat.
Cinta sendiri tidak bisa dibuat-buat. Ia menyeruak dari kemurnian jiwa. Selagi
hati masih tertutup karena masih tertarik oleh pesona duniawi, maka kita tidak
bisa merasakan nikmatnya shalat. Sekali lagi, shalat merupakan media kita
mengekspresikan cinta pada Allah.
Ketika shalat, kita sedang dibawa mikraj menuju Allah. Karena shalat merupakan mikraj bagi orang beriman. Lantas siapa orang beriman? Orang beriman bukan sebatas orang yang percaya pada Allah, melainkan juga orang yang hatinya dipenuhi cinta yang amat pada Allah. Baginya, adzan adalah panggilan dari kekasih yang perlu segera didatangi.
Maka jiwa menjadi sangat bergembira. Seperti Anda yang sudah
sangat rindu bertemu kekasih, lalu Anda dipanggil untuk mendatanginya. Tentu
saja Anda segera menyambut panggilannya dengan riang gembira. Bahkan mungkin
saja Anda bergegas lari kencang untuk segera bertemu dengan kekasih Anda. Tentu
saja tak ada kebahagiaan melebihi pertemuan dengan kekasih. Jika Anda diundang
kekasih untuk datang ke rumahnya, pasti Anda sangat bahagia.
Ketika
azan berkumandang, Anda sedang diundang oleh Allah ke rumah-Nya. Berjumpa
dengan-Nya. Anda melewati lapis demi lapis pengalaman ruhani dalam shalat
ketika dijiwai dengan cinta pada Allah. Kalau Anda bertemu dengan kekasih,
semua kesusahan, kegalauan, dan kesedihan akan tertindih, bahkan memudar
tersebab kesadaran bahwa telah terserap sepenuhnya pada kekasih.
“Gembirakan
kami, wahai Bilal!”. Sabda Rasulullah Saw mengandung makna, bahwa shalat merupakan
wahana kita untuk mengakses kebahagiaan. Jiwa akan merasa istirahat. Segala
bentuk ketegangan yang menyergap jiwa akan hilang. Semua itu akan diperoleh
ketika hati dipenuhi rasa cinta pada Allah. Iya, shalat yang dijiwai dengan
cinta pada-Nya.
0 comments