Ramadhan Memanggil Kita
01 March 2024
Kabar
datangnya kekasih membuat hati pencinta diharu-biru oleh tanya : ‘Bagaimana rasanya bertemu dengan kekasih?
Bagaimana mencium aroma kekasih? Bagaimana memandang indahnya hiasan yang
membalut kekasih? Apakah saya pantas
menemui kekasih dengan keadaan saya seperti ini?’ Sebuah tanya yang terus
berjejal dan bergemuruh di pikiran.
Dia,
tentu, ingin tampil sempurna di hadapan kekasih. Tanpa cacat sedikit pun. Dia
tak ingin sama sekali kekasih datang dan menyaksikan dirinya, lalu kecewa.
Kekecewaan kekasih adalah ketersiksaan bagi dirinya. Jika kekasih bahagia
dikala memeroleh sambutan yang hangat darinya, maka tentu saja kebahagiaan akan
meluapi jiwa jua. Karenanya, demi menyambut kekasih, dia bersih-bersih badan,
bersolek, dan membalut dengan pakaian kebesaran. Dia ingin tampil dengan
keanggunan sempurna. Meski di relung terdalam jiwa, mengalir kekhawatiran jika
terselip kekurangan diantara penampilannya yang sempurna.
Iya,
kebahagiaan kekasih adalah kebahagiaan bagi pencinta. Kekasih datang tidak
hanya untuk “menyetorkan” wajah yang cantik nan rupawan. Akan tetapi, dia hadir
untuk meninggalkan manfaat yang besar, mewariskan prasasti ke dalam hati
masing-masing. Sebuah prasasti kebahagiaan yang tidak akan pernah terkikis dan
tergerus. Mungkin saja, kekasih pada saatnya akan meninggalkan kita, tapi
warisan (kenangan) kebahagiaan yang terukir di hati akan terus menetap dan
bertahan. Kebahagiaan itu tak pernah hilang. Dan itu selalu mengingatkan akan
kontribusi terbesar dari hadirnya kekasih ini.
Ramadhan
bak kekasih yang datang menemui kita sepanjang bulan dalam setahun. Karena itu,
mendekati Ramadhan tiba, Nabi dan para sahabat membincangkan tentang
keistimewaan tamu ini. Tentu saja, mereka tidak memperlakukan hal sama pada
bulan-bulan lainnya. Bulan Ramadhan adalah penghulu dari semua bulan. Seluruh
kebaikan yang tertampung di semua bulan bermuara di bulan Ramadhan.
“Andaikan
manusia tahu tentang keistimewaan bulan Ramadhan”, Nabi Muhammad bersabda,
“maka ia menginginkan sepanjang tahun menjadi Ramadhan”.
Karena
itu, patutlah kita bergembira, dan menyambut dengan cinta tentang kehadirannya.
Ramadhan datang bukan sebatas mencurahkan limpahan pahala pada kita. Ia datang membawa
keselamatan di dunia, di alam barzakh, bahkan di alam akhirat. Lebih dari itu,
ia membawa kita pada puncak transformasi diri. Kalau seseorang telah mengalami
transformasi ruhani, maka kebahagiaan akan senantiasa menyertainya.
Kegembiraan
menyambut Ramadhan, di desa-desa, diekspresikan dengan cara memugar, membenahi
tempat ibadah. Bahkan saluran air dibersihkan. Jalanan dihias dengan
lampu-lampu yang memanjakan mata. Anak-anak, jika tidak membeli pakaian baru,
mereka mengeluarkan gaun terbaik yang mereka kenakan. Intinya, mereka
mengekspresikan kebahagiaan maksimal dalam menyambut Ramadhan.
Pahala
Ramadhan
adalah sebuah bulan gebyar pahala. Tidak ada pahala yang lebih besar daripada
pahala yang terkandung di bulan Ramadhan. Bayangkan, setiap amal kebaikan
dilipatkan minimal seribu kali lipat. Kalau Anda mengkhatamkan Al-Qur’an satu
kali, maka pahalanya akan sama dengan mengkhatamkannya seribu kali. Jika pahala
shalat di masjidil haram, kita dapatkan pahala yang berlipat-lipat karena
keistimewaan yang terkait dengan tempatnya. Sementara Ramadhan menawarkan berlipat
dan berlimpah pahala karena memiliki keistimewaan dalam konteks waktu.
Bayangkan,
berlipat pahala yang disediakan di setiap amal. Diamnya dinilai tasbih. Dan
tidurnya dianggap beribadah. Betapa besarnya karunia Allah yang diturunkan di
bulan Ramadhan.
“Tidurnya
orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, doanya mustajabah,
dan amalnya dilipatgandakan”. (Al-Hadits).
Istimewanya,
pahala yang tercurah tidak melalui jalur atau administrasi malaikat. Allah
sendiri yang memberikan pahalanya. Anda pikir sendiri, berapa kiranya Allah
memberi pahala bagi orang yang berpuasa? Allah Maha Tak Terbatas, tentu saja
pahala yang Allah berikan pada orang yang berpuasa tak sanggup dikalkulasi oleh
pikiran manusia.
Dari
situ, kita bisa memahami bahwa puasa merupakan sebuah ibadah yang sangat
rahasia antara kita dengan Allah Swt. Bebas dari “tangkapan” orang lain.
Mungkin saja, ketika di rumah kita menjalani sahur bersama dengan keluarga. Pagi harinya bersiap-siap pergi ke kantor. Di tengah jalan, dia melihat warung yang buka, mata pun lapar, sekaligus ngiler. Awalnya tidak lapar, mendadak jadi lapar. Dia pun memarkir mobilnya di tempat yang agak jauh dari warung. Kemudian doa berjalan kaki dari tempat parkir ke warung tersebut. Penjaga warung tak mengenal siapa yang memesan makanan itu.
Dalam waktu singkat,
pesanannya dilayani. Dibungkuslah makanan itu dan dibawa ke dalam mobil. Apa
yang dilakukan di dalam mobil? Mungkin dia menikmati makanan yang sudah
membuatnya penasaran dan ngiler itu. Setelah kenyang, dia melanjutkan
perjalanan ke kantor. Setibanya di kantor, dia bekerja seperti biasanya. Dia
tidak ‘memberikan’ tanda-tanda bahwa dia tidak berpuasa. Bahkan teman-temannya
meyakini dia sedang berpuasa. Dia pun pulang, tiba di rumah menjelang berbuka
puasa. Dia pun berbuka puasa. Tidak ada satu pun anggota keluarga yang
mencurigai dia tidak berpuasa.
Begitulah.
Puasa adalah ibadah yang mengandung rahasia antara kita dengan Allah. Karena
itu, pahalanya langsung dari Allah.
Ada lagi
pahala terdahsyat yang Allah berikan di bulan Ramadhan, yakni di momen turunnya
Lailatul Qadr, dimana ibadah semalam sama dengan seribu bulan. Dari situ, di
bulan Ramadhan, kita akan betul-betul merasakan kemurahan Allah SWT. Tentu saja
Ramadhan jadi mulia, karena di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.
Ramadan
tidak hanya menjanjikan segudang pahala, tapi juga transformasi jiwa.
Transformasi jiwa yang dituju tidak hanya pahala atau surga, tapi juga bagaimana
bisa bersanding dengan Yang Punya Surga -Allah SWT. Terkait hal ini, akan saya
sampaikan di kesempatan yang akan datang. Semoga bermanfaat.
0 comments