-->

Mengapa Kesucian Hati Penting?

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Mengapa Kesucian Hati Penting?

20 April 2025

Mengapa Kesucian Hati Penting?

20 April 2025


 

Tidak ada orang yang paling bahagi, kecuali orang yang suci hatinya. Dan kualitas seseorang tidak diukur dengan pencapaian yang bersifat materi, intelektual, atau psikologis. Karena betapa banyak orang yang telah meraih pencapaian hebat, tapi tetap saja tersungkur di penjara penderitaan. Mungkin saja Anda mendapati orang yang kaya raya, dan ternyata dia tetap saja berada dalam kekosongan jiwa.


Adalah sosok kaya raya. Semua orang berasumsi bahwa sosok ini telah menggapai cita-cita dalam hidupnya. Bahkan semua orang menghendaki apa yang telah dicapainya. Akan tetapi, diam-diam sosok ini menyimpan penderitaan yang tak terbaca oleh orang lain. Di suatu malam, dia mengajak pelayannya ke sebuah tempat yang sepi. Disana dia mengeluarkan belati dari balik bajunya. Dia menyerahkan belati yang sangat tajam tersebut pada pelayannya. Tentu saja pelayan itu terkejut, sembari bertanya apa yang dikehendaki tuannya dengan belati tersebut. Sebelum bertanya banyak, tuan rumah tersebut mengutarakan, “Wahai pelayanku, saya memintamu malam ini agar menusukkan belati ini tepat di jantungku!”


“Untuk apa tuan harus bunuh diri?”, tegur pelayannya.

“Iya, mungkin orang telah memandangku kaya raya dan sukses. Akan tetapi, saya tidak kuat menyaksikan pesaingku selalu berada di atasku. Sepanjang hidup saya kerahkan tenaga dan pikiran untuk mengalahkannya. Tapi, tetap saja tak terkalahkan. Demi menuntaskan penderitaan ini, saya meminta kamu membunuhku. Dan seluruh harta kekayaan yang kupunya saya serahkan padamu”, tutur si kaya.


Dari kisah tersebut, kita bisa memahami bahwa tidak serta merta orang yang menggapai kesuksesan berada dalam kebahagiaan. Malah, boleh jadi, dia menyimpan penderitaan yang tak menjangkiti orang miskin. Orang miskin menderita karena tidak punya apa-apa. Sementara orang kaya menderita karena dia selalu ingin menggapai yang lebih, sehingga tidak pernah cukup. Dia menggelapar dalam kelaparan jiwa. Dalam kondisi jiwa yang lapar, bagaimana seseorang akan menyerap kebahagiaan?


Di sisi lain, ada orang yang hidupnya sederhana. Akan tetapi hidupnya diliputi kebahagiaan. Bahkan dia telah dijamin sebagai ahli surga. Tidaklah seorang telah menjadi ahli surga kecuali hatinya telah berhiaskan surga.


Adalah seorang sosok yang datang terlambat dalam majelis Rasulullah Saw. Dengan bekas air wudu di wajahnya, dia membawa sandal, dan melewati celah-celah sahabat yang sedang duduk di hadapan Nabi Muhammad Saw. Ketika sosok ini datang, Rasulullah serta merta menyatakan bahwa sosok tersebut ahlul jannah. Rasulullah Saw menyebutkan tentang sosok ini tiga kali di kesempatan yang berbeda. Tentu saja sahabat terkejut, sembari penasaran apa kiranya amalan yang dilakukan sehingga Rasulullah Saw menjaminnya masuk surga. Salah satu sahabat yang penasaran adalah Abdullah bin Umar. Dia mendatangi rumah sahabat yang disebut Nabi Muhammad Saw masuk surga, Abu Damdam. “Wahai Abu Damdam, sudikah kiranya kau mengizinkan saya menginap di rumahmu barang tiga hari, karena saya sedang ada masalah dengan orang tuaku”.


“Iya, dipersilakan”, jawab Abu Damdam.


Dengan mendapat izin dari Abu Damdam untuk menginap, maka dimulai proses investigasi oleh Abdullah bin Umar terkait amaliah Abu Damdam. Menyingkap keistimewaan yang selama ini dirahasiakan.


Setelah beberapa hari berlalu, Abdullah bin Umar tidak berhasil mengulik data tentang keistimewaan Abu Damdam. Dia akan pergi dengan tangan kosong, sembari terus diberondong rasa penasaran di hatinya.


“Wahai Abu Damdam, saya akan pamit. Namun sebelum saya pulang, saya ingin menyampaikan, sesungguhnya maksud saya menginap di rumahmu ini bukan karena saya punya masalah dengan orang tuaku. Akan tetapi, karena saya penasaran apa yang menyebabkan Rasulullah Saw menyebut Anda sebagai penduduk surga”, urai Abdullah bin Umar.


“Memang, saya tidak memiliki keistimewaan apa-apa. Mungkin shalatku jauh di atas rata-rata sahabat. Akan tetapi, sebelum tidur, kami pastikan, kami memaafkan kesalahan semua orang yang pernah bersalah padaku. Dan menengok ke dalam hati, memastikan bahwa tidak ada kebencian dan kedengkian sedikit pun menyelinap di hati ini tentang orang lain”, ungkap Abu Damdam.


Setelah menggambarkan tentang keadaan dirinya, maka terjawablah rasa penasaran Abdullah bin Umar tentang rahasia Abu Damdam dijamin surganya oleh Rasulullah Saw. Ini bukan perkara paling banyaknya ibadah. Melainkan terkait dengan kesucian hati.


Ketika orang telah menggapai kesucian hati, maka dia telah merasakan muasal jiwanya. Kealamian atau otensitas dirinya. Betapa indahnya hidup yang alami, jauh dari kepura-puraan. Karenanya, orang yang telah mencapai kedamaian, memasuki surga. Berasal dari kata swa-arga. Penduduk yang alami.


Dari sini, kita bisa memahami bahwa orang yang telah mencapai kesucian hati, dia telah menggapai surga seketika itu pula. Sebagaimana Allah berfirman, “Surga Adn yang di bawahnya sungai-sungai kekal di dalamnya, dan demikianlah balasan orang yang membersihkan hati”.


Setelah Anda mengetahui bahwa kesurgawian seseorang sangat berkait dengan kesucian hati, maka jagalah kesucian hati Anda. Semakin suci hati Anda, maka semakin tampak dan memantul surga dalam jiwamu. Seperti menyaksikan kolam yang jernih, sehingga mendapati batu pualam yang berada di dasar kolam terlihat jelas. Begitu pula, ketika hati telah disucikan, maka terlihat keindahan yang berada di dalam. Dan kebahagiaan ditentukan oleh kualitas kebersihan hati. Jika hati telah bersih, segala kenyataan yang tergelar di hadapan akan terlihat bening, indah, dan mendamaikan.


Hati yang bersih bukan hanya damai, tapi juga menjadi penanda hadirnya Allah dalam hati. Bukankah hati orang beriman adalah rumah Allah? Kalau hati Anda ingin dijadikan baitullah, maka pastikan hati Anda terang, bersih, lapang, dan indah. Jika seorang raja mau memasuki sebuah ruangan pun, perlu dipastikan ruangan itu terang, bersih, lapang, dan indah. Dan raja tentu tidak akan memasuki sebuah aula yang gelap, kusut, sempit, dan jelek.


Bagaimana membuat hati terang? Agar hati senantiasa disuluh terang, maka perlu senantiasa diisi dengan zikir. Iya zikir semisal cahaya. Dan cahaya bersifat mengusir kegelapan. Ketika Anda berzikir, maka Allah ada. Sebaliknya ketika Anda lupa Allah, maka hatimu akan dihinggapi kegelapan. Adakah orang yang bahagia dikala terperangkap dalam kegelapan? Tentu saja tidak. Zikir disini bukan hanya ucapan lisan, tapi menyoal kesadaran tentang kehadiran Allah. Tak ayal, orang yang hatinya diisi dengan kesadaran akan kehadiran Allah akan senantiasa diliputi perasaan damai.


Bagaimana agar hati bersih? Yang membuat hati kotor adalah makin banyaknya keinginan yang menguar di hati. Agar hati bersih, maka kikis hasrat pribadi. Ketika orang sudah tidak lagi terbelenggu kepentingan diri, maka dia mengarahkan perhatian pada mendapatkan ridha Allah. Itulah namanya ikhlas. Ketika ikhlas telah menghiasi hati, maka orang sanggup menjalani dan menikmati realitas yang dialami. Dia tidak akan pernah berselisih dengan kenyataan seperti apapun yang tergelar di hadapannya.


Ikhlas akan membimbing seseorang untuk menikmati proses yang dijalani. Dan, memang, kebahagiaan itu sangat bergantung kualitas keikhlasan yang dihadirkan di setiap amal yang dijalani. Dikala amal telah dialiri ikhlas, maka kebahagiaan tak perlu menunggu nanti atau besok. Kebahagiaan bisa dinikmati sekarang dan disini. Bukankah kenikmatan itu memang mengalir dalam proses? Seperti halnya orang yang sedang menikmati makan. Nikmatnya makanan tidak terletak di awal, atau ketika kenyang. Makanan, justru, terasa nikmat dikala kita sedang mengunyahnya. Dikala mengunyah, nikmati setiap gigitan dan kunyahan, maka di sana ada kebahagiaan yang dirasakan. Kehidupan ini adalah sebuah proses yang terus berlangsung. Dan pasangkan keikhlasan di hati, insya Allah kita bisa menikmati setiap detik perjalanan yang kita tapaki.


Ketiga, lapangkan hati dengan shiddiq. Sebongkah hati yang diliputi kejujuran. Apa itu jujur? Jujur adalah sebuah pengakuan bahwa kita tak memiliki apa-apa. Segala apa yang tergenggam di tangan, melekat di badan, dan semua yang kita anggap sebagai miliki kita, sejatinya bukan milik kita. Bahkan badan yang membalut diri kita sama sekali bukan milik kita. Bukti bahwa kesemuanya bukan milik kita, kita tak bisa memertahankan meski sehelai saja. Ketika kematian mencengkram kita, maka semuanya akan kita tinggalkan di bumi, yang terus menemani kita hanya amal kebaikan yang pernah kita lakukan di dunia.


Jika kesemua yang “kita miliki” kita anggap bukan milik kita, hanya sekadar titipan dari Allah, maka kita harus menyerahkan untuk jalan yang Allah ridhai. Dengan demikian, yang mengembang dalam diri kita adalah semangat untuk berbagi dengan siapa saja. Karena, sekali lagi, yang menjadi milik kita bukan apa yang kita simpan, bukan apa yang kita pakai, bukan apa yang kita makan. Yang sebenarnya menjadi milik kita adalah apa yang kita berikan, kita bagikan, dan kita sedekahkan. 


Semakin sering kita berbagi di dunia, maka kita akan menjadi sangat kaya di akhirat. Setiap apa yang kita berikan akan selalu mengalami pertumbuhan. Bagaikan biji yang kemudian ditanam, dia akan tumbuh menjadi pohon yang besar, dan setiap tangkai menyembulkan buah. Dan di setiap buah mengandung berjuntai biji. Kalau ibadah lainnya, dibayar secara kontan pahalanya, dan tidak terus bertumbuh. Sementara sedekah akan terus bertumbuh, bahkan membesar seperti gunung. Sehingga orang yang berbagi kelak akan merasa heran dengan pahala yang diterimanya.


Memberi memandu seseorang agar tidak terlalu melekat dengan kehidupan dunia. Semakin melekat, maka dunia akan terasa menyiksa dan menghimpit. Justru ketika kita bisa berjarak dengan dunia akan semakin lega. Bahkan, anehnya makin kita melepaskan, akan banyak anugerah berdatangan tanpa kita duga. Kita akan menyadari bahwa kemuliaan seseorang bukan diukur dengan seberapa banyak yang didapatkan, tapi ditakar dengan seberapa yang diberikan dan dilepaskan. Orang yang biasa melepaskan, dia telah mencapai kedewasaan jiwa.


Keempat, memperindah hati dengan tawadhu. Menyadari bahwa seperti apapun pencapaian dan prestasi yang kita raih, jangan pernah sedikit pun menerbitkan perasaan hebat, apalagi sombong. Karena ketika orang sudah merasa berada di puncak, sebentar lagi harus siap-siap melorot atau meluncur ke titik terendah. Sementara orang yang tawadhu akan senantiasa diangkat dari satu level ke level yang lebih tinggi. Tawadhu bukan hanya membuat orang makin meninggi kedudukannya, juga akan diperindah hatinya. 


Keindahan hati lalu memancar pada wajah lahiriah. Tak jarang, kita temukan orang yang berparas sedang-sedang saja, akan tetapi menghadirkan magnet dan pesona tersendiri bagi jiwa. Ketika orang mengitari sosok seperti ini merasa menghirup aroma semerbak sampai ke jiwa. Bahkan membekaskan kenangan yang indah berhari-hari. Memancar teladan yang membuat orang berubah. Saya pernah menemani seseorang yang sangat menjaga akhlaknya, saya benar-benar menyerap ketenangan sekaligus kebahagiaan bersamanya.


Dikala hati seseorang telah dipenuhi kesadaran akan kehadiran Allah, dibersihkan dengan keikhlasan, dilapangkan dengan shiddiq, dan diperindah dengan tawadhu, maka hati akan menjadi tempat Allah bersinggasana. Dan memang Allah tak bisa ditampung oleh langit dan bumi, hanya bisa ditampung oleh hati orang beriman dari kekasih Allah. Dari situ, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa hati orang beriman adalah rumah Allah.


BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang